Padahal baru selesai Try Out DKI tahap I tapi langsung beli novel. Huehehehe
Emang
udah dari punya buku Refrain, gue nge-follow blognya Winna Efendi.
Terus mulai kebawa gaya ceritanya yang beda itu… emang sih, gue nggak
punya novelnya yang remember when, tapi gue udah baca :O pinjem punya
temen sangking nggak modal. Huuuu
Oke,
Buku
yang kemarin baru gue beli adalah buku berjudul Unforgettable -Tentang
Cinta yang Menunggu-. Kayak biasanya, gue pergi ke Gramedia Pondok Gede
setiap hari Rabu, duo galau ini (gue dan Puput) melancong nggak jelas
sebelum jam dua.
Mata
gue pun langsung menangkap warna coklat muda yang simple diantara warna
buku mencolok mata dengna ukurannya yang agak kecil, tipis, dan yang
bikin tertarik adalah… ‘a novel by : Winna Efendi’.
Jadilah
gue sambar buku itu dan baca sinopsisnya. Dan nggak perlu
panjang-panjang, kalimat pertama aja udah bikin gue ‘harus beli buku
ini’ yang isinya :
Ini
adalah satu kisah dari sang waktu tentang mereka yang menunggu. Cerita
seorang perempuan yang bersembunyi di balik halaman buku dan seorang
lelaki yang siluetnya membentuk mimpi di liku tidur sang perempuan.
Ditemani krat-krat berisi botol vintage wine
yang berdebu, aroma rasa yang menguar dari cairan anggur di dalam
gelas, derit kayu di rumah usang, dan lembar kenangan akan masa kecil di
dalam ingatan.
Pertemuan
pertama telah menyeret keduanya masuk ke pusaran yang tak bisa
dikendalikan. Menggugah sesuatu yang telah lama terkubur oleh waktu di
dalam diri perempuan itu. Membuat ia kehilangan semua kata yang ia tahu
untuk mendefinisikan dan hanya menjelma satu nama: lelaki itu.
Sekali
lagi, ini adalah sepotong kisah dari sang waktu tentang menunggu. Kisah
mereka yang pernah hidup dalam penantian dan kemudian bertemu cinta.
Berhubung itu tinggal seminggu kurang dikit gue Try Out, nggak jadilah gue beli. Pulanglah gue ke rumaaah…
Tapi
dengan sangat ngeyel dan nggak mematuhi peraturan buat beli hari kamis
aja… hari Rabu buku itu sudah sampai di tangan. Tapi tetap belum boleh
di baca… T.T
Begitu
hari Kamis, gue langsung baca prolog dan epilognya seperti biasa.
Buka-buka random dan baca-baca random gitu. Agak kaget waktu liat banyak
tulisan miring yang ternyata menciptakan ‘gaya’ baru yang keren abis.
Maka,
waktu lo baca satu persatu part yang masing-masing berjudul nama wine
itu, lo bakalan di bawa kea lam yang di rasakan Winna Efendi.
Menghantarkan elo ke tempat kejadian perkara, dan nggak bakal ngerasa
bosen dengan alur dan penyajiannya yang selalu ‘Wow’ itu.
Gue
rasa, buku ini bukan novel. Kenapa? Karena bias anovel adalah hal yang
menceritakan, tapi ini bukan! Buku ini nggak sekedar menceritakan, tapi
juga membawa, menghadirkan, membuai lo dalam cerita berlatar sudut Muse.
Novel
juga banyak bercerita dan menghadirkan sebuah quotes di setiap pijakan
cerita. Yang ini, bukan Cuma sebuah aja, tapi hampit semua tulisan di
situ adalah quotes tersembunyi yang penuh dengna makna dan rasa…
Kalau guru basaha gue mengharuskan ada kekurangan dalam meresensi buku. Maka satu kekurangan dalam buku ini :
Bukunya nggak gratis.
Hahahaha…
Buat
yang mau ngere-fresh otaknya dan mengalau, segeralah beli buku ini dan
anda akan menemukan kekurangan yang sama dengan saya.
**
Akhirnya,
suatu hari, perempuan itu memutuskan untuk beranjak turun. Berharap ia
tidak diperhatikan. Awalnya, mereka semua memperlukannya seperti keping puzzle
yang tak cocok. Abangnya pun sempat mengekori gerak-geriknya dengan
ekor mata walau tidak berkata apa-apa. Lama-kelamaan, mereka terbiasa
dengan kehadirannya, yang berusaha terlihat sekasat mata mungkin.
Kamarnya di attic menjadi terlalu dingin, terlalu sepi, dibandingkan dengan sukut kosong yang kini dipilihnya.
Lalu ia menemukan lelaki itu.
Satu-satunya orang yang tak menganggapnya kasatmata.
**
Seandainya dikabulkan satu keinginan, apa yang akan kamu minta?
Lelaki
itu menatap perempuan di hadapannya, yang barusan mengajukan pertanyaan
dengan polos. Polos, menurutnya, karena satu jawaban saja tidak akan
pernan cukup.
Perempuan itu tak dapat menahan senyum. Serakah.
Lelaki itu balas tersenyum, walau samar. Banyak hal yang saya inginkan. Selembar tiket menuju Islandia. Bungee jumping
di New Zealand. Saya ingin berhenti bekerja. Punya rumah yang menghadap
pantai, membelakangi gunung. Memainkan gitar. Mendengarkan Aerosmith
dalam volume maksimal, tanpa ada yang protes. Saya ingin hidup yang
mudah, hidup yang tenang, hidup yang bebas. Mungkn terdengar picik, tapi
itulah yang saya inginkan.
Lalu, kenapa tidak kamu lakukan? tanyanya.
Lelaki itu memandangnya lekat-lekat, mengulangi jawaban perempuan itu. Saya rasa, saya hanya tidak cukup berani. Kemudan, ia meraih kotak rokoknya, tetapi menemukannya dalam keadaan kosong. Kalau kamu?
**
Buka Juga : Winna Efendi - Sneak Peek Novel Unforgettable
Tidak ada komentar:
Posting Komentar