Let Go: Sebuah Novel tentang Persahabatan dan Kehilangan
Judul : Let Go
Format : novel
Author : Windhy Puspitadewi
Penerbit : Gagasmedia
Tahun Terbit : 2009
Harga : Rp 35000,-
Cover : soft cover
Halaman : 244 halaman
ISBN : 979-780-382-1
“Setiap cerita punya ruang sendiri di dalam hati”
Novel yang satu ini memang beda.
Ketika pertama kali membacanya, saya mula-mula menganggap bahwa novel ini adlah sebuah teen lit biasa. Ternyata setelah membaca dua bab pertama—dan seterusnya—anggapan saya salah besar dan saya jadi ketagihan!
Caraka adalah seorang murid kelas X yang baru bersekolah selama 4 bulan, namun sudah berkelahi 2 kali dan punya reputasi buruk karenanya. Terancam akan dikeluarkan dari sekolah membuatnya terpaksa menerima anjuran Bu Ratna, wali kelasnya yang peduli terhadapnya, untuk menjalani hukuman dengan cara yang agak berbeda: bergabung di dalam pengerjaan majalah dinding sekolah, “Veritas”, bersama 3 orang murid kelas X lainnya, yang awalnya sama sekali tidak saling mengenal satu sama lain (meski sekelas).
Caraka bergabung dalam “Veritas” dan bersama timnya: Nathan, cowok cakep berkacamata yang cerdas, serba bisa, tetapi dingin dan sinisnya minta ampun; Nadya, sang ketua kelas yang cantik, aktif, pintar, dan terkadang kelewat mandiri; dan Sarah yang pemalu dan tidak bisa mengatakan tidak terhadap permintaan orang lain; bahu membahu mengerjakan liputan “Veritas” dan menggalang persahabatan mereka bersama-sama.
Berbagai masalah menghadang mereka dan membuat mereka menyadari bahwa persahabatan mereka amatlah berharga, terutama untuk Caraka dan Nathan. Dengan Caraka sebagai axis, kehidupan masing-masing anggota tim majalah dinding itu pun berubah, tentunya ke arah yang lebih baik. Tak terkecuali Caraka sendiri…
Gaya bahasa novel ini sederhana dan mengalir, tanpa banyak embel-embel bahasa gaul seperti biasanya novel teen lit lainnya. Beberapa hal yang terkadang membuat saya kurang menikmati membaca novel remaja atau bertema remaja adalah karena pemilihan bahasanya yang cenderung sok gaul (supaya keliatan me-‘remaja’, mungkin) dan dangkal. Di dalam novelnya, Windhy menggunakan bahasa yang simpel dan mudah dimengerti, tanpa meninggalkan atribut keremajaannya. Kita tahu dan memahami bahwa kita sedang membaca dialog yang diucapkan remaja seperti Caraka dkk, tanpa harus disuguhi dialog berbau bahasa gaul yang mengganggu.
Hal lain yang menjadi nilai tambah dari novel ini adalah seringnya Windhy mengutip kalimat-kalimat terkenal, baik dari novel lain, kata-kata mutiara, film, dan lagu. Ia juga menempelkan puisi-puisi karyanya sendiri untuk melengkapi novelnya; sungguh suatu nilai lebih yang menjadikan novel ini lebih berbobot (puisi-puisinya bagus dan menyentuh; saya kagum, soalnya seumur-umur nggak pernah bisa bikin puisi bagus ^__^).
Alur ceritanya juga simpel, cenderung klasik malahan. Kehidupan empat orang remaja sebagai titik pusat, dengan berbagai masalahnya, diceritakan dengan apa adanya, tanpa terburu-buru.
Yang paling membuat saya salut pada novel ini adalah karakterisasinya.
Karakterisasi di dalam novel ini kuat dan stabil. Sejak awal Caraka digambarkan sebagai anak yang keras kepala, pantang menyerah, dan sedikit telmi ^_^. Karakternya stabil sampai akhir cerita. Begitu juga dengan Nathan; yang sampai akhir tetap sinis dan dingin, meski nantinya terbukti bahwa itu hanyalah topeng belaka; Nadya yang berusaha bersikap kuat dan mandiri, tetapi tetaplah seorang gadis biasa yang bisa menangis; dan Sarah, yang lemah dan pemalu, tetapi nantinya, atas dorongan Caraka dan yang lain, ia berusaha berubah menjadi lebih kuat. Semua karakter di dalam cerita ini terbangun dengan kuat dan stabil dari awal sampai akhir cerita, suatu kelangkaan pada novel-novel lokal (kecuali mungkin novel-novel karya novelis kondang).
Salah satu poin menarik dari novel ini adalah desain kover. Sumpah kovernya keren abis! Gagasmedia memang tidak tanggung-tanggung dalam merancang kover novel-novelnya, semuanya sangat cantik dan artistik. Kover novel Let Go ini tidak menjadi pengecualian. Dengan warna biru langit dan putih, lukisan burung-burung, dan aksen sobekan kertas notebook, kesan yang berusaha ditampilkan adalah (menurut saya) ‘tranquility’. Jujur saja, saya memutuskan untuk membeli novel ini, pertama kali banget adalah karena kovernya, baru karena ceritanya.
Singkat kata, novel ini sangat bagus dan layak dibaca, apalagi dikoleksi. Saking terkesannya, saya sampai kirim email pujian ke Mbak Windhy, hehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar