Senin, November 19, 2012

unforgettable

Padahal baru selesai Try Out DKI tahap I tapi langsung beli novel. Huehehehe
Emang udah dari punya buku Refrain, gue nge-follow blognya Winna Efendi. Terus mulai kebawa gaya ceritanya yang beda itu… emang sih, gue nggak punya novelnya yang remember when, tapi gue udah baca :O pinjem punya temen sangking nggak modal. Huuuu

Oke,
Buku yang kemarin baru gue beli adalah buku berjudul Unforgettable -Tentang Cinta yang Menunggu-. Kayak biasanya, gue pergi ke Gramedia Pondok Gede setiap hari Rabu, duo galau ini (gue dan Puput) melancong nggak jelas sebelum jam dua.
Mata gue pun langsung menangkap warna coklat muda yang simple diantara warna buku mencolok mata dengna ukurannya yang agak kecil, tipis, dan yang bikin tertarik adalah… ‘a novel by : Winna Efendi’.


Jadilah gue sambar buku itu dan baca sinopsisnya. Dan nggak perlu panjang-panjang, kalimat pertama aja udah bikin gue ‘harus beli buku ini’ yang isinya :
Ini adalah satu kisah dari sang waktu tentang mereka yang menunggu. Cerita seorang perempuan yang bersembunyi di balik halaman buku dan seorang lelaki yang siluetnya membentuk mimpi di liku tidur sang perempuan.
Ditemani krat-krat berisi botol vintage wine yang berdebu, aroma rasa yang menguar dari cairan anggur di dalam gelas, derit kayu di rumah usang, dan lembar kenangan akan masa kecil di dalam ingatan.
Pertemuan pertama telah menyeret keduanya masuk ke pusaran yang tak bisa dikendalikan. Menggugah sesuatu yang telah lama terkubur oleh waktu di dalam diri perempuan itu. Membuat ia kehilangan semua kata yang ia tahu untuk mendefinisikan dan hanya menjelma satu nama: lelaki itu.
Sekali lagi, ini adalah sepotong kisah dari sang waktu tentang menunggu. Kisah mereka yang pernah hidup dalam penantian dan kemudian bertemu cinta.

Berhubung itu tinggal seminggu kurang dikit gue Try Out, nggak jadilah gue beli. Pulanglah gue ke rumaaah…
Tapi dengan sangat ngeyel dan nggak mematuhi peraturan buat beli hari kamis aja… hari Rabu buku itu sudah sampai di tangan. Tapi tetap belum boleh di baca… T.T
Begitu hari Kamis, gue langsung baca prolog dan epilognya seperti biasa. Buka-buka random dan baca-baca random gitu. Agak kaget waktu liat banyak tulisan miring yang ternyata menciptakan ‘gaya’ baru yang keren abis.
Maka, waktu lo baca satu persatu part yang masing-masing berjudul nama wine itu, lo bakalan di bawa kea lam yang di rasakan Winna Efendi. Menghantarkan elo ke tempat kejadian perkara, dan nggak bakal ngerasa bosen dengan alur dan penyajiannya yang selalu ‘Wow’ itu.
Gue rasa, buku ini bukan novel. Kenapa? Karena bias anovel adalah hal yang menceritakan, tapi ini bukan! Buku ini nggak sekedar menceritakan, tapi juga membawa, menghadirkan, membuai lo dalam cerita berlatar sudut Muse.
Novel juga banyak bercerita dan menghadirkan sebuah quotes di setiap pijakan cerita. Yang ini, bukan Cuma sebuah aja, tapi hampit semua tulisan di situ adalah quotes tersembunyi yang penuh dengna makna dan rasa…
Kalau guru basaha gue mengharuskan ada kekurangan dalam meresensi buku. Maka satu kekurangan dalam buku ini :
Bukunya nggak gratis.
Hahahaha…
Buat yang mau ngere-fresh otaknya dan mengalau, segeralah beli buku ini dan anda akan menemukan kekurangan yang sama dengan saya.
**

Akhirnya, suatu hari, perempuan itu memutuskan untuk beranjak turun. Berharap ia tidak diperhatikan. Awalnya, mereka semua memperlukannya seperti keping puzzle yang tak cocok. Abangnya pun sempat mengekori gerak-geriknya dengan ekor mata walau tidak berkata apa-apa. Lama-kelamaan, mereka terbiasa dengan kehadirannya, yang berusaha terlihat sekasat mata mungkin. Kamarnya di attic menjadi terlalu dingin, terlalu sepi, dibandingkan dengan sukut kosong yang kini dipilihnya.
Lalu ia menemukan lelaki itu.
Satu-satunya orang yang tak menganggapnya kasatmata.
**

Seandainya dikabulkan satu keinginan, apa yang akan kamu minta?
Lelaki itu menatap perempuan di hadapannya, yang barusan mengajukan pertanyaan dengan polos. Polos, menurutnya, karena satu jawaban saja tidak akan pernan cukup.
Perempuan itu tak dapat menahan senyum. Serakah.
Lelaki itu balas tersenyum, walau samar. Banyak hal yang saya inginkan. Selembar tiket menuju Islandia. Bungee jumping di New Zealand. Saya ingin berhenti bekerja. Punya rumah yang menghadap pantai, membelakangi gunung. Memainkan gitar. Mendengarkan Aerosmith dalam volume maksimal, tanpa ada yang protes. Saya ingin hidup yang mudah, hidup yang tenang, hidup yang bebas. Mungkn terdengar picik, tapi itulah yang saya inginkan.
Lalu, kenapa tidak kamu lakukan? tanyanya.
Lelaki itu memandangnya lekat-lekat, mengulangi jawaban perempuan itu. Saya rasa, saya hanya tidak cukup berani. Kemudan, ia meraih kotak rokoknya, tetapi menemukannya dalam keadaan kosong. Kalau kamu?
**


Tidak ada komentar:

Posting Komentar