Selasa, Januari 08, 2013

Life Traveler
didn't like it it was ok liked it really liked it it was amazing

Life Traveler

by
‘Where are you going to go?’ tanyanya sambil meletakkan secangkir teh hangat di meja saya.

‘Going home.’ Saya menjawab singkat sambil mengamati landasan pacu yang tampak jelas dari balik dinding-dinding kaca restoran ini.

‘Going home?’ Ia berkerut. ‘You do not look like someone who will be going home.’

Kalimat inilah yang membuat saya mengalihkan perhatian dari bulir-bulir hujan yang menggurat kaca. ‘Sorry. What do you mean?’



(Satu Malam di O’Hare)

***

Kadang, kita menemukan rumah justru di tempat yang jauh dari rumah itu sendiri. Menemukan teman, sahabat, saudara. Mungkin juga cinta. Mereka-mereka yang memberikan ‘rumah’ itu untuk kita, apa pun bentuknya.

Tapi yang paling menyenangkan dalam sebuah perjalanan adalah menemukan diri kita sendiri: sebuah rumah yang sesungguhnya. Yang membuat kita tak akan merasa asing meski berada di tempat asing sekalipun…

… because travelers never think that they are foreigners.



*****

“… Windy membuat buku ini istimewa karena kepekaannya dalam mengamati dan berinteraksi. Ia juga seorang penutur yang baik, yang mengantarkan pembacanya dalam aliran yang jernih dan lancar. Dan bagi saya, itulah yang melengkapkan sebuah buku bertemakan perjalanan. Pengamatan internal, dan tak melulu eksternal.”

—Dewi "Dee" Lestari, penulis



“Semua orang bisa pergi ke Vietnam, Paris, bahkan Pluto. Tapi, hanya beberapa saja yang memilih pulang membawa buah tangan yang mampu menghangatkan hati.

Windy berhasil menyulap perjalanan yang paling sederhana sekalipun jadi terasa mewah. Bahkan, celotehannya dalam kesendirian terdengar ramai. Ramai yang membuat nyaman.”

—Valiant Budi @vabyo, penuli

Tidak ada komentar:

Posting Komentar