Sudah berapa tetes air mata yang keluar karenanya, dan aku yang mengusapnya?
Sudah berapa senyum yang hilang karenanya, dan aku yang memunculkannya?
Kamu tak pernah benar-benar sadar, atau pura-pura tak sadar apa yang
aku lakukan selalu saja tentang kamu. Semoga bukan karena kamu tak mau
sadar.
Melakukan apa pun untukmu selalu membuatku resah. Tidak, aku tak
memikirkan balasan yang mungkin tak akan aku terima, atau senyum yang
sedari awal bukan untukku. Aku hanya gelisah apakah kamu bertahan karena
adanya cinta, atau terpaksa. Sampai akhirnya aku menyadari satu sosok
dalam cermin. Aku yang bertahan, untukmu.
Entah. Aku tak tahu benar ini tentang cinta. Namun yang aku tahu,
cinta memang berkorban sampai sebegininya. Pengorbanannya tak pernah
terbatas. Sayangnya kadang tak pernah berbalas.
Akan tetapi apakah cinta yang agam harus bertahan sampai lebam?
Pundakku tak punya kata lelah menampung segala resah dan air matamu
untuknya. Ya, tak pernah untukku. Kamu menangis kepadaku, tapi
tangisanmu bukan untukku. Setelah semua yang aku lakukan, seketika kamu
tersenyum kepadaku, tetapi kemudian menyimpan sebagian besarnya untuk
dia.
Jangan salahkan aku terus mendoakanmu bersedih, karena hanya saat itu
kamu datang, duduk di sampingku, merebahkan kepala di pundakku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar